Minggu, 30 Oktober 2011

KASUS BISNIS TIDAK BERETIKA

PENCURIAN PULSA
Dikutip dari Kompas
Potensi kerugian pengguna telepon seluler akibat kecurangan penyedia jasa layanan pesan premium bisa mencapai Rp 100 miliar per bulan. Besarnya pulsa yang diambil dari konsumen karena ada penyedia layanan konten serta minimnya pengawasan dari operator telepon selular dan regulator.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memperkirakan nilai kehilangan pulsa konsumen  bisa mencapai Rp 140 miliar. Adapun Indonesia Mobile and Online Content Provider Association (IMOCA) lebih moderat dengan menyebut kisaran puluhan miliar rupiah, tetapi masih dibawa Rp 100 miliar.
Menurut Direktur Operasional IMOCA Tjandra Tedja di Jakarta, Selasa (4/10), perputaran uang dari sektor layanan konten mencapai 5% dari nilai transaksi telekomunikasi. Adapun pada akhir tahun 2010 diperkirakan omzet industry telekomunikasi mencapai Rp 100 triliun.
“Saya memiliki kecurigaan hampir setiap iklan yang di broadcast ataupun SMS, orang yang membalas bisa dibilang diatas 50% tertipu,” tuturnya, sambil menambahkan bahwa sebagian iklan menampilkan gaya bahasa terselubung untuk menarik pengguna layanan seluler agar merespons.
Dia memberikan contoh sebuah tawaran,”Wow, kamu berpeluang mendapatkan pulsa Rp 20.000 untuk 20 awal. Dapatkan Blackberry dan jalan-jalan gratis ke Hongkong. Telusuri 115310*1”. Ternyata setelah pengguna mencoba layanan itu, ia secara otomatis didaftarkan mendapat informasi salah satu grup music dengan tariff Rp 2.000 per SMS.
Ketua Pengurus Hairan YLKI Sudaryatmo berasumsi, dari 220 juta nomor telepon seluler yang aktif, ada sekitar 29 juta pengguna yang terjebak, dengan tarif konten berlangganan Rp 5.000 per bulan, sehingga ada potensi kehilangan sekitar Rp 147 miliar per bulan. Angka asumsi 29 juta muncul dari sekitar 30% dari total  nomor tarif lalu sempat masuk ke layanan premium, ada 90 % yang tidak membatalkan registrasi dan separuh diantaranya terpaksa.
Kendati begitu, Tjandra menjelaskan, tidak semua penyedia layanan konten “nakal”. Namun, “kenakalan” beberapa penyedia layanan konten itu membuat pengusaha konten yang lain terimbas karena masyarakat jadi apriori. Anggota IMOCA, misalnya, berkurang dari 60 perusahaan menjadi 40 perusahaan.
Sudaryatmo dan Tjandra menilai, selain kenakalan penyedia konten, fungsi pengawasan Badan Regulasi Telekomunikasi  Indonesia (BRTI) dan para operator juga tidak berjalan. Seharusnya, menurut Tjandra, BRTI proaktif mengambil contoh penawaran konten dari televisi ataupun SMS massal, lalu memperingatkan penyedia konten “nakal”. Dia menilai BRTI paham alur teknis produk konten itu sehingga penindakkan tergantung dari kesungguhan dan niat BRTI.
Heru Sutani, anggota BRTI, menuturkan, ketegasan sikap tidak harus melulu ditunjukkan BRTI. Menurut dia, operator juga harus tegas. “Setelah kami tegur baru ada penghentian kerja sama,” tutur Heru, sambil menambahkan, pekan depan pihaknya akan mengumpulkan sejumlah pemangku kepentingan layanan pesan premium untuk menuntaskan masalah itu.
Pada kasus pencurian pulsa diatas merupakan kasus yang sebenarnya telah lama menjadi keluhan pengguna telepon seluler.
Dari kasus diatas dapat disimpulkan permasalahan yang timbul:
  1. Kecurangan penyedia jasa layanan pesan premium
  2. Minimnya pengawasan dari operator telepon selular dan regulator.
  3. Kurangnya informasi kepada masyarakat sebagai pengguna telepon seluler
  4. Pembohongan pada pengguna telepon selular
  5. Pemotongan nilai pulsa oleh pihak jasa layanan pesan

Trik yang digunakan:
-      Iklan menampilkan gaya bahasa yang menarik untuk menarik pengguna layanan seluler agar merespons.
-      Harga dari jasa yang ditawarkan kelihatan murah
-      Konsemen ditawarkan dengan iming-iming hadiah

Bagi pengusaha yang menjual jasa:
  1. Mendapatkan keuntungan besar dari bisnis ini.
  2. Pengusaha memberikan pelayanan tidak wajar
  3. Melupakan penerapan kesetiaan konsumen terhadap jasanya
  4. Pengusaha melakukan penipuan terhadap konsumen
  5. Melanggar hukum (sesuai dengan undang-undang perlindungan konsumen)
  6. Pengusaha melakukan tindakan ini disinyalir adanya persaingan bisnis tidak sehat

Yang dirugikan adalah konsumen pengguna telepon seluler
Sikap yang dimiliki oleh konsumen:
  1. Membiarkan karena tidak tahu prosedur menghapus fitur setelah terdaftar
  2. Pasrah saja
  3. Kemungkinan provider bekerja sama dengan perusahaan layanan sehingga menyulitkan penghapusan jasa layanan pesan
  4. Menikmati karena menyukai fitur yang ditawarkan, contoh: Nada sambung pribadi.

Yang harus dilakukan oleh konsumen:
  1. Memahami penggunaan telepon selular dengan baik dan benar
  2. Membaca dengan teliti promosi dari setiap iklan yang dikirimkan ke handset
  3. Menghubungi operator untuk menghapus fitur atau mengakhiri berlangganan
  4. Melakukan pengecekan besarnya pulsa yang dimiliki setiap sebelum dan sesudah melakukan panggilan atau kegiatan penggunaan telepon seluler
  5. Apabila tidak bisa dilakukan penghapusan, maka langkah terakhir adalah mengganti nomor
 Sumber: Kompas

Rabu, 26 Oktober 2011

TEORI ETIKA BISNIS

TEORI ETIKA BISNIS
Kata Etika berasal dari kata Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan" adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.

Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu yakni ilmu tentang adat istiadat yang baik. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia.
Bentuk jamaknya ta etha.sebagai bentuk jamak dari ethos, ta etha berarti adat-kebiasaan atau pola pikir yang dianut oleh sekelompok orang atau yang disebut masyarakat atau pola tindakan yang dijunjung tinggi dan dipertahankan oleh masyarakat tersebut. Etika adalah ta etha atau adat-kebiasaan, yang baik dipertahankan, dijunjung tinggi, dan diwariskan secara turun temurun.
Jenis-jenis etika:
  1. Etika Deskriptif
Pada dasarnya etika deskriptif menggambarkan atau melukiskan realitas moral atau tingkah laku serta tindakan manusia apa adanya atau sebagaimana adanya tingkah dan tindakan tersebut.
2.    Etika Normatif
Etika normatif membuat prinsip etis menjadi masuk akal dan operasional sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Pada tataran ilmu, etika normatif dapat dikelompokan dalam dua jenis, yakni:
2.a. Etika Umum
Etika umum atau norma moral umum memusatkan kajiannya pada norma moral yang berlaku bagi semua orang dan di mana-mana.
Termasuk dalam etika normatif umum adalah
- norma moral (mengukur baik buruknya perilaku manusia sebagai manusia)
- norma hukum (mengukur tindakan manusia yang pelaksanaannya dapat dikenai sanksi)
- norma sopan santun atau etiquette, misalnya menghargai milik orang lain (norma moral), menghilangkan nyawa lain (norma hukum), dan selalu mendahulukan orang tua dan anak-anak dalam pelayanan umum (etiket) berlaku universal di mana-mana.

2.b. Etika Khusus
Etika normatif khusus menerapkan prinsip umum pada tindakan atau perilaku manusia di bidang khusus. Akibatnya, muncullah etika khusus seperti: etika bisnis, etika politik, etika medik, etika komunikasi, etika akuntan publik, etika lingkungan hidup, dan lain-lain.
Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa Inggris business, dari kata dasar busy yang berarti "sibuk" dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.
Secara etimologi, bisnis berarti keadaan dimana seseorang atau sekelompok orang sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Kata "bisnis" sendiri memiliki tiga penggunaan, tergantung skupnya — penggunaan singular kata bisnis dapat merujuk pada badan usaha, yaitu kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan. Penggunaan yang lebih luas dapat merujuk pada sektor pasar tertentu, misalnya "bisnis pertelevisian". Penggunaan yang paling luas merujuk pada seluruh aktivitas yang dilakukan oleh komunitas penyedia barang dan jasa
Etika bisnis adalah kegiatan yang secara umum menjelaskan dan mengorientasikan pada kegiatan bisnis dan menyediakan dasar untuk menganalisa masalah-masalah etis dalam bisnis.
Etika bisnis sendiri dapat diartikan pemikiran atau refleksi tentang moralitas dalam ekonomi dan bisnis.
Moralitas berarti aspek baik atau buruk, terpuji atau tercela, dan karenanya diperbolehkan atau tidak, dari perilaku manusia. Moralitas selalu berkaitan dengan apa yang dilakukan manusia, dan kegiatan ekonomis merupakan suatu bidang perilaku manusia yang penting.

Menurut K. Bertens, ada 3 tujuan yang ingin dicapai dalam mempelajari etika bisnis  yaitu :
1.   Menanamkan atau meningkatkan kesadaran akan adanya demensi etis dalam bisnis.
Menanamkan, jika sebelumnya kesadaran itu tidak ada, meningkatkan bila kesadaran itu sudah ada, tapi masih lemah dan ragu. Orang yang mendalami etika bisnis diharapkan memperoleh keyakinan bahwa etika merupakan segi nyata dari kegiatan ekonomis yang perlu diberikan perhatian serius.
2.  Memperkenalkan argumentasi moral khususnya dibidang ekonomi dan bisnis, serta membantu pelaku bisnis/calon pebisnis dalam menyusun argumentasi moral yang tepat. Melalui studi etika diharapkan pelaku bisnis akan sanggup menemukan fundamental rasional untuk aspek moral yang menyangkut ekonomi dan bisnis.
     3. Membantu pelaku bisnis/calon pebisnis, untuk menentukan sikap moral yang tepat    
         didalam profesinya (kelak).

3 aspek pokok dari bisnis yaitu : dari sudut pandang ekonomi, hukum dan etika.
1.    Sudut pandang ekonomis.
Bisnis adalah kegiatan ekonomis. Yang terjadi disini adalah adanya interaksi antara produsen/perusahaan dengan pekerja, produsen dengan konsumen, produsen dengan produsen dalam sebuah organisasi yang bertujuan untuk mencari untung. Pencarian keuntungan dalam bisnis tidak bersifat sepihak, tetapi dilakukan melalui interaksi yang melibatkan berbagai pihak. Dari sudut pandang ekonomis, good business adalah bisnis yang bukan saja menguntungkan, tetapi juga bisnis yang berkualitas etis.
2.  Sudut pandang moral. Dalam bisnis, berorientasi pada profit, adalah sangat wajar, akan tetapi jangan keuntungan yang diperoleh tersebut justru merugikan pihak lain. Tidak semua yang bisa kita lakukan boleh dilakukan juga. Kita harus menghormati kepentingan dan hak orang lain. Pantas diperhatikan, bahwa dengan itu kita sendiri tidak dirugikan, karena menghormati kepentingan dan hak orang lain itu juga perlu dilakukan demi kepentingan bisnis kita sendiri.

3.  Sudut pandang Hukum Bisa dipastikan bahwa kegiatan bisnis juga terikat dengan "Hukum" Hukum Dagang atau Hukum Bisnis, yang merupakan cabang penting dari ilmu hukum modern. Dan dalam praktek hukum banyak masalah timbul dalam hubungan bisnis, pada taraf nasional maupun international. Seperti etika, hukum juga merupakan sudut pandang normatif, karena menetapkan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Dari segi norma, hukum lebih jelas dan pasti daripada etika, karena peraturan hukum dituliskan hitam atas putih dan ada sanksi tertentu bila terjadi pelanggaran. Dari sudut pandang hukum jelas, bahwa bisnis yang baik adalah yang diperbolehkan oleh sistem hukum yang berlaku.

Dari sudut pandang moral, setidaknya ada 3 tolok ukur yaitu :
1.Hati nurani - Suatu perbuatan adalah baik, bila dilakukan sesuai dengan hati nuraninya, dan perbuatan lain buruk bila dilakukan berlawanan dengan hati nuraninya. Kalau kita mengambil keputusan moral berdasarkan hati nurani, keputusan yang diambil "dihadapan Tuhan" dan kita sadar dengan tindakan tersebut memenuhi kehendak Tuhan.
2. Kaidah Emas - Cara lebih obyektif untuk menilai baik buruknya perilaku moral adalah mengukurnya dengan Kaidah Emas (positif), yang berbunyi : "Hendaklah memperlakukan orang lain sebagaimana Anda sendiri ingin diperlakukan" Kenapa begitu? Tentunya kita menginginkan diperlakukan dengan baik. Rumusan Kaidah Emas secara negatif : "Jangan perlakukan orang lain, apa yang Anda sendiri tidak ingin akan dilakukan terhadap diri Anda"
3. Penilaian Umum - Cara ketiga dan barangkali paling ampuh untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku adalah menyerahkan kepada masyarakat umum untuk menilai. Cara ini bisa disebut juga audit sosial. Sebagaimana melalui audit dalam arti biasa sehat tidaknya keadaan finansial suatu perusahaan dipastikan, demikian juga kualitas etis suatu perbuatan ditentukan oleh penilaian masyarakat umum.
Peranan Etika dalam Bisnis : Menurut Richard De George, bila perusahaan ingin sukses/berhasil memerlukan 3 hal pokok yaitu :
1. Produk yang baik
2. Managemen yang baik
3. Memiliki Etika
Selama perusahaan memiliki produk yang berkualitas dan berguna untuk masyarakat disamping itu dikelola dengan manajemen yang tepat dibidang produksi, finansial, sumberdaya manusia dan lain-lain tetapi tidak mempunyai etika, maka kekurangan ini cepat atau lambat akan menjadi batu sandungan bagi perusahaan tersebut.
Keuntungan yang akan diperoleh jika perusahaan mempraktekkan etika bisnis diantaranya:
-       Mampu meningkatkan motivasi pekerja
-       Melindungi prinsip kebebasan berniaga
-       Mampu meningkatkan keunggulan bersaing
Tindakan tidak etis dalam bisnis yang dilakukan perusahaan atau badan usaha dapat memancing tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat, misalnya larangan beredar, larangan beroperasi, pemboikotan produk, dan lain sebagainya. Selain itu juga mengakibatkan menurunnya nilai penjualan suatu perusahaan.

Sumber:
-       Wikipedia
-       http://www.anneahira.com/artikel-umum/etika-bisnis.htm

Sabtu, 15 Oktober 2011

Koperasi Indonesia

Koperasi di Indonesia, menurut UU tahun 1992, didefinisikan sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Di Indonesia, prinsip koperasi telah dicantumkan dalam UU No. 12 Tahun 1967 dan UU No. 25 Tahun 1992.
Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 Pasal 4 dijelaskan bahwa koperasi memiliki fungsi dan peranan antara lain yaitu mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota dan masyarakat, berupaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia, memperkokoh perekonomian rakyat, mengembangkan perekonomian nasional, serta mengembangkan kreativitas dan jiwa berorganisasi bagi pelajar bangsa.

Berdasarkan pada fungsi dan peranan koperasi maka Koperasi perlu lebih membangun dirinya dan dibangun menjadi kuat dan mandiri berdasarkan prinsip Koperasi sehingga mampu berperan sebagai sokoguru perekonomian nasional.
Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam tata perekonomian nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Untuk mencapai tujuan Koperasi agar sesuai dengan cita-cita Bangsa dan Rakyat Indonesia, pembangunan Koperasi tidak saja merupakan tugas dan tanggung jawab Pemerintah tetapi juga seluruh rakyat.

Mengingat Koperasi Indonesia sudah menginjak usai 64 tahun dan bukan usia yang muda lagi maka agar perkembangan koperasi tidak hanya dilihat dari aspek kuantitas tetapi mengedepankan aspek kualitas, Koperasi juga harus memiliki kemampuan menetapkan harga dan struktur pasar.
Secara konseptual dan empiris, mekanisme  koperasi  me­mang diperlukan dan tetap diperlukan oleh suatu perekonomi­an  yang menganut sistem pasar.  Besarnya peran tersebut akan sangat tergantung dari tingkat pendapatan masyarakat, tingkat pengetahuan dan kesadaran  masyarakat serta struktur  pasar  dari berbagai kegiatan ekonomi dan sumber daya alam dari sua­tu negara.  Contoh klasik dari pentingnya kondisi pasar yang kompatibel dengan kehadiran koperasi adalah pengalaman koperasi susu dimana-mana di dunia ini selalu menjadi contoh sukses (kasus bilateral monopoli). Padahal sukses ini tidak selalu dapat diikuti oleh jenis kegiatan produksi pertanian lainnya.
Kendala yang masalah dalam perkembangan Koperasi di Indonesia antara lain:
-Masih rendahnya Kapasitas SDM Koperasi
-Masih rendahnya Akses Pasar Produk/jasa Koperasi
-Masih rendahnya Akses Pembiayaan dan Teknologi bagi Koperasi
-Rendahnya Kapasitas Kelembagaan dan Usaha Koperasi.
-Lemahnya kemitraan Koperasi dan Badan Usaha lain
-Masih banyaknya regulasi yang menghambat berkembangnya koperasi

Perbaikan yang harus dilakukan agar perkembangan koperasi Indonesia menjadi lebih memiliki kekuatan dalam menghadapi pihak swasta ataupun BUMN diantaranya:
-       Adanya perubahan orientasi bisnis yang berkembang dengan globalisasi
-       Kemampuan menciptakan kekuatan monopoli
-       Kemampuan memanfaatkan potensi external economies disekitar kegiatan ekonomi para anggotanya
-       Mempertahankan kemampuan pelayanan kepada anggota
-       Harus memiliki focus yang kuat pada produk-produk yang bervariasi sehingga menarik pembeli dan anggota baru.
-       Perlu menciptakan sinergi bisnis antar koperasi terutama koperasi yang berbasis sama.
-       Harus memiliki keunggulan kompetitif
-       Perlu adanya peningkatan kemajuan teknologi
-       Melakukan penemuan-penemuan material baru yang bisa menghasilkan output yang lebih murah, berkualitas baik dan tahan lama.
Sumber:
Wikipedia