BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Menurut UU RI No 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi tiga kegiatan, yaitu menghimpun dana, menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya
Beberapa manfaat perbankan dalam kehidupan:
1. Sebagai model investasi, yang berarti, transaksi derivatif dapat dijadikan sebagai salah satu model berinvestasi. Walaupun pada umumnya merupakan jenis investasi jangka pendek (yield enhancement).
2. Sebagai cara lindung nilai, yang berarti, transaksi derivatif dapat berfungsi sebagai salah satu cara untuk menghilangkan risiko dengan jalan lindung nilai (hedging), atau disebut juga sebagai risk management.
3. Informasi harga, yang berarti, transaksi derivatif dapat berfungsi sebagai sarana mencari atau memberikan informasi tentang harga barang komoditi tertentu dikemudian hari (price discovery).
4. Fungsi spekulatif, yang berarti, transaksi derivatif dapat memberikan kesempatan spekulasi (untung-untungan) terhadap perubahan nilai pasar dari transaksi derivatif itu sendiri.
5. Fungsi manajemen produksi berjalan dengan baik dan efisien, yang berarti, transaksi derivatif dapat memberikan gambaran kepada manajemen produksi sebuah produsen dalam menilai suatu permintaan dan kebutuhan pasar di masa mendatang.
Terlepas dari funsi-fungsi perbankan (bank) yang utama atau turunannya, maka yang perlu diperhatikan
untuk dunia perbankan, ialah tujuan secara filosofis dari eksistensi bank di Indonesia. Hal ini sangat jelas tercermin dalam Pasal empat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang menjelaskan,
”Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan
kesejahteraan rakyat banyak”. Meninjau lebih dalam terhadap kegiatan usaha bank, maka bank (
perbankan) Indonesia dalam melakukan usahanya harus didasarkan atas asas demokrasi ekonomi yang
menggunakan prinsip kehati-hatian.4 Hal ini, jelas tergambar, karena secara filosofis bank memiliki fungsi
makro dan mikro terhadap proses pembangunan bangsa.
Jasa perbankan pada umumnya terbagi atas dua tujuan
1. Sebagai penyedia mekanisme dan alat pembayaran yang efesien bagi nasabah. Untuk ini, bank menyediakan
uang tunai,
tabungan, dan
kartu kredit. Ini adalah peran bank yang paling penting dalam kehidupan
ekonomi.Tanpa adanya penyediaan alat pembayaran yang efesien ini, maka barang hanya dapat diperdagangkan dengan cara
barter yang memakan waktu.
2. Dengan menerima tabungan dari
nasabah dan meminjamkannya kepada pihak yang membutuhkan dana, berarti bank meningkatkan arus dana untuk investasi dan pemanfaatan yang lebih produktif.
Bila peran ini berjalan dengan baik, ekonomi suatu negara akan menngkat. Tanpa adanya arus dana ini, uang hanya berdiam di saku seseorang, orang tidak dapat memperoleh pinjaman dan bisnis tidak dapat dibangun karena mereka tidak memiliki dana pinjaman.
Tiga kelompok utama Institusi keuangan - bank komersial, lembaga tabungan, dan
credit unions - yang juga disebut lembaga penyimpanan karena sebagian besar dananya berasal dari simpanan
nasabah.
Jasa perbankan lainnya antara lain sebagai berikut :
· Jasa setoran seperti setoran listrik, telepon, air, atau uang kuliah
· Jasa pembayaran seperti pembayaran gaji, pensiun, atau hadiah
· Jasa pengiriman uang ( transfer )
· Penjualan mata uang asing
· Penyimpanan dokumen
· Jasa cek wisata
· Kartu kredit
· Jasa – jasa yang ada di pasar modal seperti pinjaman emisi dan pedagang efek. · Jasa Letter of Credit ( L/C)
· Bank garansi dan referensi bank
· Jasa bank lainnya.
A. RUMUSAN MASALAH
Banyak hal yang mempengaruhi perkembangan bank di Indonesia dari tahun 1980 sampai tahun 2010. Baik itu karena kebijakan pemerintah, kondisi perekonomian dunia secara umum dan
Indonesia secara khusus.
A. TUJUAN PENULISAN
Penulisan ini bertujuan untuk memberi gambaran tentang perkembangan bank di Indonesia periode 1980 sampai 2010.
BAB II
PEMBAHASAN
Memasuki dekade 1980an ekonomi Indonesia mengalami resesi sebagai dampak resesi dunia, yaitu menurunnya PDB drastic dari 7,7% menjadi 2,2% & neraca pembayaran pun memburuk, untuk itu kebijakan yang di tempuh oleh pemerintah antara lain :
· Penyesuaian nilai tukar Rp terhadap USD, pada bulan maret 1983 dari Rp 700,- menjadi Rp 970,-
· Penjadwalan ulang proyek-proyek yang menggunakan devisa dalam jumlah besar
· Melakukan deregulasi sektor moneter & perbankan dengan berbagai jenis paket kebijakan,antara lain :
Paket Deregulasi 1 Juni 1983
Pada paket deregulasi ini, merupakan titik awal BI memberikan kebebasan kepada Bank menentukan sendiri suku bunga deposito maupun tabungan & suku bunga pinjaman. Selain itu juga, deregulasi ini mempunyai dua pengendalian moneter yaitu pengendalian moneter tanpa menentukan pagu kredit dan Pengendalian moneter tidak langsung. Tujuannya adalah untuk membangun sistem perbankan yang sehat, efisien, dan tangguh.
Paket Kebijaksanaan 27 Oktober 1988
Paket Kebijakan Deregulasi Perbankan 1988 (Pakto 88) dan pada pakto 88 banyak muncul bank-bank swasta karena memiliki aturan paling bebas atau mudah sepanjang sejarah perbankan
Indonesia. Untuk paket kebijaksanaan 27 Oktober 1988, melakukan perluasan jaringan keuangan & perbankan ke seluruh wilayah Indonesia serta diversifikasi sarana dana untuk kemudahan pendirian bank-bank swasta baru, pembukaan kantor cabang baru, pendirian lembaga keuangan bukan bank di luar Jakarta, pendirian BPR, pemberian ijin penerbitan sertifikat deposito bagi lembaga keu. bukan bank, perluasan tabungan. Di samping itu, penurunan likuiditas wajib minimum dari 25% menjadi 2% dan penyempurnaan Open Market Operation dilakukan oleh paket kebijaksanaan pada 27 Oktober 1988.
Paket Kebijaksanaan 25 Maret 1989
Memuat peleburan usaha (merger) & penggabungan usaha bank umum swasta nasional, bank pembangunan, BPR, penyempurnaan ketentuan pendirian & usaha BPR, pemilikan modal campuran, penggunaan tenaga kerja professional WNA.
Crisis ekonomi diawali pada tahun 1990 sampai tahun 1997.
Paket Kebijaksanaan 19 Januari 1990
Peningkatan efisiensi dalam alokasi dana masyarakat kearah kegiatan produktif & peningkatan pengerahan dana masyarakat, mengurangi ketergantungan kepada KLBI, kredit kepada KOPERASI, kredit pengadaan pangan & gula, kredit investasi, kredit umum, KUK dan Kewajiban bagi bank untuk menyalurkan 25% dananya ke bidang pengembangan usaha kecil & perorangan, juga merupakan target dari paket kebijaksanaan ini.
Paket Kebijaksanaan 20 Pebruari 1991
Paket Kebijaksanaan ini berisi kelanjutan Pakto 27 1988,yang antara lain ; Berkaitan dengan ketentuan pengaturan perbankan dengan prinsip prudential, pengawasan & pembinaan kredit dilakukan dalam rangka mewujudkan sistem perbankan yang sehat & efisien, maka diperlukan disentralisasi dalam pelaksanaannya dan emisahan antara pemilikan bank & manajemen bank secara professional. Pada Paktri 1991 yang berupaya mendorong globalisasi perbankan dengan mengatur pembatasan dan pemberatan persyaratan perbankan dengan mengharuskan dipenuhinya persyaratan permodalan minimal 8 persen.
Paket Kebijaksanaan 29 Mei 1993
Memperlancar kredit perbankan bagi dunia usaha dengan jalan ; Mendorong perluasan kredit dengan tetap berpedoman pada azas-azas perkreditan yang sehat, mendorong perbankan untuk menangani masalah kredit macet, mengendalikan pertumbuhan jumlah uang beredar & kredit perbankan dalam batas-batas aman bagi stabilitas ekonomi dan pencanangan akan konsep kehati-hatian dalam pengelolaan bank yang lebih menekankan kepada kualitas dalam pemberian kredit melalui penilaian kembali terhadap aktiva produktif bank-bank.
Aturan lain yang diluncurkan adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 68 tahun 1996 yang ditanda tangani Presiden RI pada 3 Desember 1996. Belajar dari pengalaman Bank Summa, PP ini sangat menguntungkan para nasabah karena nasabah bank akan tahu persis rapor banknya. Dengan begitu, mereka bisa mengambil ancang-ancang jika suatu saat banknya sedang goyah atau bahkan nyaris pailit.
Masa sesudah krisis ekonomi mulai dari tahun 1997 sampai akhir tahun 1999
Periode pasca deregulasi meliputi ERA KRISIS MONETER dan diawali krisis nilai tukar pada pertengahan tahun 1997.
Adapun yang terjadi pada Pasca Deregulasi antara lain :
o PDB pada tahun 1998 turun hingga -13,68%, pada tahun 1997 PDB sebesar 4,65%
o Laju inflasi melonjak menjadi 77,63%, dibandingkan 11,05% pada tahun 1997
o Beberapa faktor yang menyebabkan kondisi perbankan nasional rentan terhadap gejolak ekonomi disebabkan dengan adanya jaminan terselubung dari BI atas kelangsungan hidup suatu bank untuk mencegah kegagalan sistematik, dalam industri perbankan telah menimbulkan moral hazard pemilik & pengelola bank.
o Sistem pengawasan BI yang kurang efektif
Yaitu:
§ Besarnya pemberian kredit & jaminan secara langsung atau tidak lansung kepada individu atau kelompok menyebabkan kredit macet & pelanggaran BMPK
§ Lemahnya kemampuan manajerial bank telah mengakibatkan penurunan kualitas aktiva produktifnya & peningkatan risiko yang dihadapi bank
§ Kurang transparannya informasi mengenai kondisi perbankan
§ 1 Nopember 1997 memulai langkah program penyehatan perbankan, dengan melikuidasi 16 bank yang insolvent
§ Memberikan BLBI
§ Rekapitalisasi di sektor perbankan & sektor riil dengan memperoleh dukungan teknis & keuangan dari IMF
§ Pemulihan Perbankan
Dengan adanya system pengawasan Bank Indonesia yang kurang efektif, maka disusunlah pemulihan perbankan di Indonesia dengan cara ; Semakin meningkatnya penarikan dana masyarakat dari perbankan, meningkatnya non performing assets terutama portfolio kredit, jumlah bank yang mengalami kesulitan bertambah, yang berakhir dengan pengambilalihan atau bank take over (BTO), pembekuan Kegiatan Operasional (BBO), pembekuan Kegiatan Usaha (BBU) dan penandatanganan LOI dengan IMF pada tanggal 15 Januari 1998.
Adapun Upaya pemulihan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan, yakni :
§ Melaksanakan program penjaminan pemerintah
§ Membentuk BPPN pada 27 Januari 1998 dengan keppres no. 27 th 1998 dan dikukuhkan dalam UU no. 10 th 1998
§ Melaksanakan rekapitalisasi perbankan
Pertengahan tahun 2000, adanya tekanan inflasi yang lebih tinggi dengan adanya kebijakan pemerintah mengurangi berbagai subsidi guna mendorong pembentukan harga berdasarkan mekanisme pasar, melemahnya nilai tukar rupiah dan tingginya ekspektasi inflasi di masyarakat menyebabkan kecenderungan kenaikan harga-harga menjadi sulit dikendalikan karena sifatnya menetap. Dengan adanya kebijakan moneter yang cenderung ketat tidak direspon oleh perbankan dengan peningkatan suku bunga yang sepadan.
Perubahan perekonomian mempengaruhi perkembangan dunia perbankan secara umum terbukti pada akhir tahun 2003, adanya kecenderungan penurunan inflasi yang berlangsung sejalan dengan stabilnya nilai tukar, ekspektasi masyarakat yang membaik, serta ketersediaan pasokan dalam negeri.
Pertumbuhan uang primer tetap terkendali meskipun cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan uang kartal. Kondisi ini memberi ruang bagi penurunan suku bunga instrumen moneter secara lambat dan suku bunga pasar uang, suku bunga simpanan dan kredit menurun.
Pada akhir tahun 2004, adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan tahun 2003, nilai tukar rupiah relatif stabil, penguatan nilai tukar ini didukung oleh factor fundamental dan sentimen positif yang terkait terutama dengan kemajuan program divestasi saham beberapa bank dan peningkatan credit rating Indonesia oleh Lembaga Pemeringkat International.
Dengan kondisi moneter yang kondusif, kinerja dan tingkat kesehatan perbankan meningkat.
Perkembangan perbankan tahun 2009 menunjukkan adanya recovery setelah krisis global yang berlangsung pada medio 2008. Hal tersebut tercermin dengan adanya peningkatan pertumbuhan aset, kredit dan dana pihak ketiga perbankan periode Juni sampai Desember 2009 yang relatif lebih tinggi.
Walaupun penyaluran kredit meningkat tetapi kredit modal kerja menurun dibandingkan tahun 2008.
Ditahun 2010, prospek ekonomi makro Indonesia yang menguat akan membawa kinerja perbankan secara keseluruhan membaik. Meningkatnya ekspansi usaha sektor riil seiring dengan membaiknya perekonomian, akan membuat meningkatnya permintaan kredit.
BAB III
KESIMPULAN
Tahun 1983 merupakan titik awal BI memberikan kebebasan kepada bank-bank untuk menetapkan suku bunga, baik kredit maupun tabungan dan deposito. Tujuannya adalah untuk membangun sistem perbankan yang sehat, efisien, dan tangguh.
Mulai pertengahan tahun 1997, krisis ekonomi moneter menerpa Indonesia. Nilai tukar rupiah melemah, sistem pembayaran terancam macet, dan banyak utang luar negeri yang tak terselesaikan.
Ciri perbankan setelah deregulasi
- Peraturan yg memberikan kepastian hokum
- Banyak bermunculan bank swasta
- Tingkat persaingan antar bank semakin baik
- SBI (sertifikat bank indonesia)
- SBPU (Surat berharga pasar uang)
- Meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap bank
- Mobilisasi sektor perbankan yang lebih baik
Pada tahun 2010, dunia perbankan diharapkan diharapkan perannya kembali sebagai lembaga intermediasi dengan momentum recovery dari krisis finansial. Dunia perbankan diharapkan dapat meningkatkan inovasi untuk lebih meningkatkan pelayanan sehingga menarik nasabah dalam menyimpan uangnya terutama yang berbunga kecil seperti tabungan dan deposito.